SDN (Sekolah Dasar Negeri) Vs Sekolah Swasta SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu)
Saya terlibat diskusi hangat dengan seorang Ibu tetangga, pertama-tama
saya dikejutkan oleh pertanyaan beliau : “Pak Guru, emang di sekolah
negeri gimana sih cara guru-gurunya mendidik anak-anak?!” Saya terkejut
dengan pertanyaan ini: “Emang kenapa, Bu? Tanya saya. Si ibu kemudian
mulailah bercerita panjang lebar mengenai anak-anaknya. Anak pertamanya
disekolah di Sekolah Dasar Negeri, anaknya walaupun sikap dan tingkah
lakunya baik namun terkesan cuek. Sejak kecil anak ini tidak pernah
menunjukkan ekspresi kasih sayangnya sama orangtua. Walau patuh namun
seolah-olah dia terkesan menjaga jarak dengan kedua orangtuanya, sampai
sekarang dia sudah Kls satu SLTA.
Berbeda dengan adiknya yang saya masukkan ke Sekolah Swasta SDIT
(Sekolah Dasar Islam Terpadu) di kota kami yang sekarang menjadi trend
orangtua di kota kami. Cerita ibu ini, adiknya memang baru berusia 10
tahun kelas empat, tapi cara pikirnya keliatan sudah dewasa, cepat paham
dan ekpresi ungkapan kasih sayangnya pada orangtua sungguh luar biasa.
Seperti contohnya kata ibu ini, setiap ke sekolah si anak tidak cukup
mencium tangan ibu saja, tetapi ditambah cium pipi kiri kanan, berbeda
dengan kakanya dulu. Anak ini juga cepat mengerti dan menyadari
kesalahannya mislanya pernah ibu ini mengantarkan makan siang si anak
kesekolahnya tapi lauknya dia tidak suka, napak kekesalan dan kecewa
diwajah anak ini, sehingga dia tidak mengucapkan terimakasih seperti
biasanya. Namun selang tidak berapa lama , anak ini mungkin tersadar
bahwa dia belum ucap terimakasih, dia mencari ibunya yang kebetulan
masih berada di sekolah itu menemui adiknya yang kelas satu SD . Setelah
bertemu, anak ini mengucapkan maap, dan mengucapkan terima kasih mama…
dan memberi kecupan manja! Cerita ibu itu sambil matanya berkaca-kaca.
Ibu itu melanjutkan ceritanya saat ibu di tugas luar kota, sang anak
yang di SDIT inilah yang sering menelpon ibu menanyakan kabar,
mengingatkan untuk hati-hati, mengajari adiknya yang kls satu SD untuk
ikut berbicara dengan ibunya. Hati-hati ya..ma…..! begitu yang sering
dia ingatkan. Berbeda dengan kakaknya yang tertua “jebolan” SD negeri.
Tidak pernah mau menelepon ibu, ataupun berbicara dengan ibu. Walau dia
tetap patuh mengawasi adik-adiknya, menolong pembantu jika ada
keperluan di rumah.
Dari cerita ibu ini barulah saya dapat menangkap inti pertanyaanya. Si
ibu mengklaim bahwa cara mendidik guru di sekolah negeri tidak sebaik di
sekolah Swasta khususnya SDIT ini. Setelah saya perhatikan dan cermati
tidaklah salah kalau si ibu ini berpandangan demikian. Di SDIT ini
ketika saya tertarik untuk mempelajarinya dan mengunjungi sekolahnya
yang kebetulan kepala sekolahnya adalah teman saya, memang sungguh luar
biasa pengelolaanya. Yang saya dapat lihat para ibu gurunya walau
keliatan masih muda-muda, namun mereka begitu menjiwai kepribadian
seorang guru penuh senyum, enerjik dan lemah lembut menghadapi
anak-anak. Tidak ada pernah marah, yang ada ketegasan dengan memberi
contoh yang sederhana. Contoh kecil yang saya perhatikan, semua guru dan
kepala sekolah menunggui anak-anak pada pagi hari di depan pintu
gerbang sekolah dengan penuh senyum, anak-anak dijemput dengan bus
sekolah yang diawasi oleh 2-3 orang guru, satu-satu persatu anak turun
dari bus dan menyalami bapak dan ibu gurunya. Pemandangan seperti ini
belum ada saya temukan di SD negeri. Kedua, di dalam kelas saya
perhatikan ada 2 orang guru yang mengawasi, pembelajaran dimulai dengan
lantunan Asmaul Husna, kemudian membaca doa, pembelajaran diisi dengan
permainan atraktif dan medidik, seperti mempelajari penyulingan air
bersih yang dibuat dari botol air mineral, memasak telor dan lain
sebagainya. Banyak lagi kegiatan mungkin yang belum terpantau oleh saya
seperti cerita kepseknya kami sering mengadakan Outbont, tafakur alam,
Halaqah, dll yang memang saya perkirakan tidak ada di SD negri.
Intinya, sudah sebaiknya pemerintah kembali mengevaluasi pendidikan
dasar di sekolah negri kita maupun swasta, karena pernah saya melihat
guru SD negri marah-marah menghukum anak pada jam olahraga sehingga si
anak jadi takut kembali ke sekolah.
Atau barangkali pembaca punya kesaksian lain….....................................