Sabtu, 05 Maret 2016

Pengertian Dan Tinjauan Tentang Sekolah Islam Terpadu Menurut Ahli

Pengertian Dan Tinjauan Tentang Sekolah Islam Terpadu Menurut Ahli

Tinjauan Tentang Sekolah Islam Terpadu
1. Pengertian Sekolah Islam Terpadu
Sekolah Islam Terpadu pada hakekatnya adalah sekolah yang mengimplementasikan konsep pendidikan Islam berlandaskan Al-Qur’an dan As Sunnah. Dalam aplikasinya sekolah Islam Terpadu diartikan sebagai sekolah yang menerapkan pendekatan penyelenggaraan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi suatu jalinan kurikulum. Sekolah islam terpadu juga menekankan keterpaduan dalam metode pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan ranah kognitif, afektif dan konatif. Sekolah Islam Terpadu juga memadukan pendidikan aqliyah, ruhiyah dan jasaddiyah. Dalam penyelenggaraannya memadukan keterlibatan dan partisipasi aktif lingkungan belajar yaitu sekolah, rumah dan masyarakat.
Dengan sejumlah pengertian di atas dapatlah ditarik suatu pengertian umum yang komprehensif bahwa sekolah Islam Terpadu adalah sekolah Islam yang diselenggarakan dengan memadukan secara integrative nilai dan ajaran Islam dalam bangunan kurikulum dengan pendekatan pembelajaran yang efektif dan pelibatan yang optimal dan koperatif antara guru dan orang tua, serta masyarakat untuk membina karakter dan kompetisi murid.
2. Dasar Pendidikan Sekolah Islam Terpadu
SMP Islam Terpadu adalah Sekolah Menengah Pertama yang memadukan kurikulum nasional (Diknas) dengan kurikulum selain kurikulum nasional dan kurikulum pesantren (materi pelajaran keislaman). Sekolah Islam Terpadu adalah anggota dari JSIT ( Jaringan Sekolah Islam Terpadu) Indonesia yang merupakan organisasi masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan, bersifat non partisan, nirlaba dan terbuka dalam arti siap bekerja sama dengan pihak manapun selama mendatangkan maslahat dan manfaat bagi anggota serta berkesesuaian dengan visi, misi, tujuan dan sasaran JSIT Indonesia. Anggota JSIT Indonesia adalah sekolah Islam Terpadu dan sekolah lainnya yang menjadikan Islam sebagai landasan ideal, konsepsional, dan operasional. (dalam Tim JSIT, diakses pada http://jsit-jatim.or.id tanggal 05/11/2013).
Landasan Islam dalam nilai-nilai moral spriritual yang ditanamkan harus bersifat integral, tidak dikotomis. Muhab (2010: 35) menyatakan bahwa penanaman nilai-nilai keislaman harus melalui pendekatan penyelenggaraan pendidikan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi satu jalinan kurikulum. Dengan pendekatan ini, semua mata pelajaran dan semua kegiatan sekolah tidak lepas dari bingkai ajaran dan pesan nilai Islam. Pelajaran umum seperti IPA, IPS, bahasa, jasmani/kesehatan, keterampilan dibingkai dengan pijakan, pedoman dan panduan Islam.
Darwis (2010: 100) menambahkan bahwa dalam pendidikan ada unsur psikologi dan spiritual yang tidak dapat diabaikan dalam kegiatan pembelajaran. Pendekatan spiritual diperlukan karena Islam merupakan agama yang bertumpu pada suatu keyakinan. Keyakinan inilah yang menggerakkan segala aktifitas dan perilaku manusia yang beriman. Sebagaimana dikemukakan dalam tujuan pendidikan, bahwa tujuan utama pendidikan adalah membentuk moral manusia yang bertumpu pada keyakinan hidup. Keyakinan hidup itu harus nampak pada sikap hidup dan perilaku hidup yang berkualitas dan memberi manfaat terhadap kehidupan yang dikemas dalam rahmatan lil’alamin, hidup dengan moralitas.
Jadi Sekolah Islam Terpadu didirikan berdasarkan kebijakan yayasan dan pengelola sekolah dalam rangka mewujudkan harapan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai motivasi bagi setiap sikap dan perilaku hidup manusia melalui lembaga pendidikan sekolah.
3. Metode Pendidikan Sekolah Islam Terpadu
Sekolah Islam Terpadu diselenggarakan berdasarkan konsep “one for all”. Artinya, dalam satu atap sekolah peserta didik akan mendapatkan pendidikan umum, pendidikan agama, dan pendidikan keterampilan. Pendidikan umum mengacu kepada kurikulum nasional yang dikembangkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional. Pendidikan agama menekankan pendidikan aqidah, akhlak, dan ibadah yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari, menumbuhkan perilaku shaleh di dalam lingkungan sekolah masyarakat. Adapun pendidikan keterampilan dikemas dalam kegiatan ekstrakurikuler yang menyediakan beragam pilihan kegiatan yang seluruhnya mengacu pada prinsip-prinsip keterampilan hidup (life skill).
Model pembelajaran di sekolah islam terpadu yakni:
  • Dialog, diskusi dan curah pendapat
  • Belajar sambil berbuat
  • Visitasi
  • Metode belajar sinektik atau kreatif
  • Belajar berbantuan komputer yang berkendali dan terarah
Dan segala bentuk metode pembelajaran di atas tidak akan maksimal jika tidak didukung oleh alat pendidik, karena bagaimanapun alat pendidikan memiliki andil besar dalam konsep sekolah Islam Terpadu, diantara alat pendidikan yang harus ada di dalam sekolah Islam Terpadu yaitu :
  • Pembiasaan
  • Keteladanan
  • kasih saying
  • kesabaran
  • kemitraan
  • respek
  • kepedulian
  • encouraging
Dalam Sekolah Islam Terpadu, muatan kurikulum sama dengan sekolah pada umumnya. Mata pelajaran yang disampaikan terdiri dari mata pelajaran yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Namun dalam Sekolah Islam Terpadu terdapat kegiatan pengembangan diri yang wajid diikuti oleh seluruh siswa. Bidang pengembangan antara lain seperti:
a. Life Skill
Merupakan penguasaan terhadap dasar-dasar teknik komputer baik menyangkut hardware (perangkat keras) dan software (perangkat lunak).
b. Pramuka SIT
Merupakan mata pelajaran pilihan wajib bagi siswa. Aspek ruang lingkup mata pelajaran kepanduan meliputi: ruhiyah (kerohanian), jasadiyah (fisik), faniyah (skill), tsaqofiyah (wawasan), qiyadah wal jundiyah (kepemimpinan), ukhuwah (persaudaraan).
c. Tahsin Tahfidz
Bertujuan mengajarkan siswa kemampuan membaca Al Quran dengan baik dan benar, dan melanjutkannya dengan kemampuan menghafalnya (tahfidzul qur’an).
d. Pendampingan
Bertujuan untuk membentuk dan mengarahkan siswa agar memiliki pribadi yang Islami (sakhsiyah islamiyah), meningkatkan peran serta dan inisiatif para siswa untuk menjaga dan membina diri sehingga terhindar dari pengaruh dan budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
4. Karakteristik dan Kurikulum Sekolah Islam Terpadu
Sekolah Islam terpadu memiliki karakteristik utama yang memberikan penegasan akan keberadaanya. Karakteristik yang dimaksud adalah :
  • Menjadikan Islam sebagai landasan filosofis.
  • Mengintegrasikan nilai Islam ke dalam bangunan kurikulum.
  • Menerapkan dan mengembangkan metode pembelajaran untuk mengoptimalisasi proses belajar mengajar. 
  • Mengedepankan qudwah hasanah dalam membentuk karakter peserta didik.
  • Menumbuhkan biah solihah dalam iklim dan lingkungan sekolah : menumbuhkan kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan kemungkaran.
  • Melibatkan peran serta orang tua dan masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
  • Mengutamakan nilai ukhuwah dalam semua interaksi antar warga sekolah.
  • Membangun budaya rawat, resik, runut, rapi, sehat dan asri.
  • Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada mutu.
  • Menumbuhkan budaya profesionalisme yang tinggi dikalangan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
Kesepuluh ciri atau karakteristik tersebut menjadi acuan bagi sekolah Islam
Terpadu untuk mengembangkan dirinya menjadi sekolah yang diinginkan dan dimaksudkan oleh gerakan pemberdayaan sekolah islam terpadu yang digelorakan oleh pengurus Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) yang merupakan suatu gerakan dakwah berbasis pendidikan.
Pada struktur kurikulum pendidikan berisi sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan kepada peserta didik dengan mengkombinasikan Kurikulum Nasional KTSP dan Kurikulum Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT). Program pendidikan terdiri dari Pendidikan Umum, Pendidikan Kejuruan, dan Pendidikan Khusus. Jenis pendidikan pendidikan di Sekolah Islam Terpadu terdiri dari program umum meliputi sejumlah mata pelajaran yang wajib diikuti seluruh peserta didik, dan program tambahan meliputi mata pelajaran yang menjadi ciri khas keunggulan sekolah dan mata pelajaran muatan lokal. (Tim Kurikulum SMPIT, 2012: 3)

Memilih Sekolah Negeri atau Swasta untuk Anak?

saat ini merupakan jelang tahun ajaran baru. Sebagian dari kita sepertinya sudah jauh-jauh hari memilih sekolah swasta dan sebagian dari kita hanya menunggu pengumuman pembukaan pendaftaran dari sekolah Negeri yang tak jauh dari rumah.
Memilih Sekolah Negeri atau Swasta untuk Anak?Setiap orang tua sudah pasti menginginkan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Berbicara tentang pendidikan di sekolah, tentu kita akan memberikan pendidikan yang layak bagi mereka, bukan begitu? Tentu sahabat  memahami bahwa sekolah terbaik itu bukan berarti sekolah termahal melainkan sekolah yang nyaman dan tepat bagi mereka.
kebanyakan mereka bingung dan bahkan bimbang karena masuk sekolah jaman sekarang tidak sesederhana dulu. Polemik pun terjadi, beberapa pemikiran dan pertanyaan orang tua ketika akan memilih sekolah; Negeri atau swasta? Masuk SD usia 7 tahun atau 6 tahun? Fullday atau reguler? Sekolah umum atau agama? Kadang hal-hal tersebut membuat orang tua bepikir ulang ketika akan memilih sekolah yang tepat bagi anak-anaknya.
 sudahkan kita mencari informasi mengenai sekolah negeri dan swasta? Setiap sekolah  tentu memiliki keunggulannya masing-masing. Pastikan bahwa sekolah yang dipilih memang tepat untuk anak kita.
Sekolah Negeri
Indonesia sudah menerapkan aturan Wajib Belajar 9 Tahun, sejalan dengan program tersebut pemerintah menyediakan pendidikan Sekolah Dasar Negeri dan Sekolah Menengah Pertama gratis bagi siapa saja tanpa terkecuali. Hal ini tentu menjadi alasan utama mengapa banyak orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di Negeri.
Menyekolahkan anak di sekolah Negeri tentu menjadi pilihan yang baik, dengan program kurikulum yang dibuat pemerintah, ditambah subsidi yang akan meringankan beban biaya pendidikan, serta jadwal yang tidak terlalu padat, ini semua alas an bagi para orang tua menyekolahkan anaknya di Negeri.
Untuk yang baru akan memilih sekolah dasar, anak akan diterima di SD Negeri apabila sudah mencapai tahap kematangan usia biasanya sekitar 7 tahun. Sebaiknya anak yang bersekolah di negeri harus sudah siap dan mandiri, karena seorang guru akan menagani rerata satu kelas terdiri dari 30-40 siswa.
Beberapa orang tua yang telah menyekolahkan anaknya di sekolah Negeri, tidak memahami kebutuhan anak, perlu dipahami bahwa umur yang memadai seperti sudah 7 tahun tidak bisa menjadi acuan anak bisa disekolahkan di Negeri. Beberapa kasus pun ditemui, salah satunya adalah seorang anak dinyatakan diterima sebagai siswa Sekolah Negeri, namun sejalan dengan waktu didiagnosa bahwa anak tersebut setelah diperiksa tenyata anak tersebut disleksia, bahkan kasus lain adalah orang tua memaksakan anaknya sekolah padahal jelas bahwa anak tersebut "spesial" (Anak Berkebutuhan Khusus). Masalah ini sering kali ditemui, terpaksa anak putus sekolah atau pindah. Sekolah Negeri tidak mengadakan psikotes sehingga hal-hal khusus pada anak terabaikan.
Sahabat , sebagai orang tua kita tidak boleh egois, disabilitas pada anak tidak lantas membuat kita menyerah. Saat ini pun sudah ada beberapa Sekolah Negeri Inklusi yang menyediakan helper dan expert bagi ABK, walaupun masih sangat sedikit.
Sekolah Swasta
Sekolah swasta kini berkembang pesat. Setiap sekolah saling berlomba dalam hal fasilitas, sistem pendidikan, tenaga ahli, dan keunggulan lainnya. Sebagian besar sekolah swasta menerapkan sistem fullday dan menawarkan ekstra kurikuler yang beragam yang dapat disesuaikan dengan minat murid.
Sekolah swasta dengan basis agama juga sudah sangat berkembang baik. Dulu mungkin sekolah berbasis Islam memang tidak banyak, namun saat ini baik MI maupun SDIT swasta dikemas dengan sistem pendidikan yang lebih menarik, modern, dengan mengutamakan norma dan kaidah Islam.
Sahabat Ummi, tentu kita tahu betul kebutuhan pendidikan anak-anak kita. Sekolah fullday menawarkan anak  berada di lingkungan pendidikan yang baik, belajar, bermain, dan berkembang di lingkungan dengan pengawasan pengajar ataupun pengawas di sekolah. Sekolah dengan basis agama Islam banyak dipilih karena tujuh tahun kedua usia anak (kelas 1-6) merupakan titik awal membangun pondasi agama pada pribadi dan diri anak.
Selain menanamkan agama di rumah, lingkungan sekolah adalah pilihan dimana agama harus diutamakan. Sekolah swasta biasanya melakukan testing atau wawancara dengan psikolog sebelum menerima calon siswa-siswinya. Hal ini dilakukan agar pendidik mengetahui psikologi setiap anak. Untuk SD swasta biasanya sekolah tidak mematok anak harus 7 tahun, apabila anak sudah cukup matang dan mampu mengikuti kegiatan sekolah maka  mereka akan menerima anak tersebut. Sekolah swasta biasanya per kelas terdiri dari 10 sampai 20 murid, ini diterapkan untuk efektifitas pada saat belajar dan pemantauan. Psikolog di sekolah swasta juga dimaksudkan untuk mendeteksi dini apakah calon murid merupakan anak spesial.
Biaya yang dikeluarkan di sekolah swasta memang lebih mahal, namun banyak juga sekolah swasta yang terjangkau. Hal ini pun sejalan dengan fasilitas atau program dan tenaga pendidik yang ditawarkan. Perlu diketahui bahwa beberapa sekolah swasta memiliki program penawaran sekolah bagi mereka yang kurang beruntung. Jadi sekolah swasta pun bisa untuk siapa saja.
Sahabat , pada intinya memilih Sekolah Negeri atau Swasta itu tergantung kepada kebutuhan dan kemampuan anak. Ingat bahwa perkembangan dan kematangan anak tidak bisa dipaksakan. Sekolah merupakan hak anak dan menyekolahkan adalah kewajiban kita sebagai orang tua. Pendidikan dapat mengantarkan masa depan anak ke arah yang lebih baik.

Dilarang Tes Calistung Untuk Masuk SD

Dilarang Tes Calistung Untuk Masuk SD

 Setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan , melarang sekolah melakukan tes membaca, menulis dan berhitung untuk siswa yang akan masuk sekolah dasar beberapa waktu lalu, larangan serupa ditegaskan lagi oleh Inspektur Jenderal Kemendikbud Haryono Umar.

"Saya perintahkan kepada kepala dinas pendidikan untuk melarang pihak sekolah dasar melakukan tes membaca, menulis, dan berhitung atau calistung saat masuk SD," kata Mendikbud beberapa waktu lalu.

Bahkan Irjen Haryono Umar mengajak masyarakat untuk melapor ke dinas pendidikan setempat, jika masih menemukan praktik tes tersebut.

"Larangan ujian calistung untuk masuk SD sudah jadi program nasional, kebijakan Mendikbud. Harus dijalankan," katanya.

Mantan pimpinan KPK itu mengakui, Kemendikbud memang tidak bisa mengintervensi terlalu jauh seluruh SD yang tersebar di seantero Indonesia, sebab secara struktural kepemerintahan, SD negeri merupakan lembaga di bawah pemerintah kabupaten dan kota.

Namun Haryono menyebutkan, dengan kebijakan Mendikbud itu seharusnya pemda sudah bisa mengatur soal larangan ujian calistung itu. "Ujian calistung ini sudah membudaya. Anak saya saja dulu dites calistung saat mau masuk SD," katanya.

"TK itu bukan sekolah. Namanya saja taman kanak-kanak, tempat bermain," katanya.

Jadi jika untuk masuk SD saja sudah diterapkan ujian calistung, berarti sejak pra SD anak-anak sudah diajarkan calistung, sehingga TK sudah bukan lagi tempat bermain sambil belajar. Mewajibkan tes calistung untuk anak-anak yang akan masuk SD akan mendorong taman kanak-kanak mengajarkan calistung kepada para muridnya. Sebuah TK di Ciracas, Jakarta Timur misalnya, malah mengharuskan anak-anak TK yang belum bisa calistung les kepada gurunya.

Memang, begitu tamat dari TK tersebut, Eryl misalnya, sudah lancar membaca, menulis dan berhitung. Tetapi menurut Mendikbud, calistung baru diajarkan kepada siswa SD bukan siswa taman kanak-kanak.

Di TK sejatinya anak-anak fokus diajari pendidikan karakter, seperti kebiasaan hidup bersih, antri, menghargai sesama, dan bekerjasama. "Kalau di TK sudah dibebani membaca, menulis, dan menghitung, penanaman pendidikan karakter tadi bisa bubar," kata Irjen. "Karena itu pada penerapan kurikulum 2013 nanti, larangan tes calistung makin dipertegas lagi," kata dia.

Calistung tidak boleh diajarkan secara langsung sebagai pembelajaran kepada anak-anak TK, tetapi menurut Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Suyanto diperkenalkan dalam kerangka pengembangan seluruh aspek tumbuh kembang anak, dilakukan sambil bermain, dan disesuaikan dengan tugas perkembangan anak.

TK seharusnya hanya menciptakan lingkungan yang kaya dengan beragam bentuk keaksaraan yang akan lebih memacu kesiapan anak didiknya untuk memulai kegiatan calistung di tingkat lanjutan, yaitu sekolah dasar.

Juga pendekatan bermain sebagai metode pembelajaran di TK menurut dia, hendaknya disesuaikan dengan perkembangan usia dan kemampuan anak didik, yaitu secara berangsur-angsur dikembangkan dari bermain sambil belajar (unsur bermain lebih dominan) menjadi belajar seraya bermain (unsur belajar mulai dominan).

Tahun lalu, beberapa sekolah favorit di Banda Aceh melakukan tes calistung dalam penerimaan murid SD, padahal praktik itu tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 yang melarang sekolah dasar menerapkan tes tersebut terhadap calon muridnya.

Terkait praktik itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh, Syaridin menegaskan, tidak ada kewajiban dan keharusan bagi calon siswa SD untuk melewati tes calistung," kata Syaridin sambil menambahkan bahwa calistung itu inisiatif sekolah.

Oleh karena jumlah siswa yang mendaftar melebihi kapasitas, maka tes calistung itu merupakan cara sekolah untuk mengatasinya, bukan tujuan utama dalam proses seleksi, katanya.

Tes calistung dihapus Di Samarinda, pada penerimaan murid tahun ajaran 2012/2013 ini, anggota Komisi IV DPRD, Nursobah mengingatkan agar sekolah negeri dan swasta tidak mewajibkan calon siswa SD melewati tes membaca, menulis dan berhitung (calistung), karena ada banyak kerugian jika SD masih menerapkan tes tersebut.

Kerugian terbesar dari tes ini, katanya, adalah siswa dari TK menjadi tertekan ketika mengetahui harus lulus ujian calistung dulu sebelum masuk SD. Tekanan ini wajar terjadi, sebab, di TK memang tidak diajarkan untuk membaca, menulis, dan menghitung.

Potensi tekanan itu diperburuk manakala orangtua memaksa anaknya yang mau masuk SD belajar calistung secara kilat dan dengan paksaan. Tekanan psikis ini akan semakin kuat pada anak-anak yang kemudian dinyatakan tidak lulus ujian calistung, ujarnya.

Kabid Perencanaan dan Pengendalian Mutu Dinas Pendidikan limapuluh Kota, Orlando mengaku telah melakukan sosialisasi tentang larangan tes calistung untuk masuk SD, kepada seluruh jajaran yang ada di bawah dinas tersebut.

Penerimaan siswa baru menurut dia, dilakukan sesuai peraturan Kemendikbud tentang penghapusan metode pemberian ujian calistung.

Tes calistung saat anak mau masuk SD dinilai psikolog anak Seto Mulyadi, tidak benar, karena jika ada tes berarti saat pendidikan anak usia dini (PAUD), baik play group atau TK sudah diajari calistung. Tes hanya boleh dilakukan pada siswa yang senior. Jadi sebelum masuk SD, anak-anak sebaiknya tidak diajari calistung.

Sependapat dengan Kak Seto, psikolog Kasandra Putranto menilai pendidikan calistung pada PAUD, apalagi menjadi tes saringan masuk SD adalah hal yang tidak wajar. "Boleh-boleh saja dalam PAUD diajarkan calistung, namun hal itu tidak bisa dipaksakan dan dipukul rata," katanya.

Anak-anak usia dini menurut ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait yang boleh dikenalkan pada konsep-konsep dasar kehidupan saja seperti bersosialisasi dan bergaul.

Kurikulum PAUD yang terlalu kaku misalnya, membuat anak-anak menjadi tertekan sehingga tidak berkembang dan rentan terjerumus dalam perilaku berbahaya. Anak-anak, katanya, sebaiknya diberi kebebasan untuk memilih aktivitasnya.

Memang, tantangan berat akan dirasakan guru kelas 1 SD terutama yang ada di pelosok dan pedalaman, karena tidak di semua daerah ada PAUD, sehingga tugas pertama guru adalah untuk mengajar membaca, menulis dan berhitung.

Beban ini akan diperberat oleh beragamnya tingkat IQ dan latar belakang siswa. Tantangan ini mungkin tidak dirasakan oleh guru kelas 1 SD di kota karena siswa baru rata-rata jebolan PAUD yang sedikit banyak sudah mengenal calistung, meski tidak wajib diajarkan.

Belajar calistung biasanya membutuhkan waktu dan jika baru dimulai di kelas 1 SD, bagaimana anak-anak mampu membaca lembar soal saat ulangan semesteran. Sebaliknya, jika calistung diajarkan sejak dini, anak-anak terbebani.

Apalagi dalam kurikulum 2013, materi pelajaran kelas 1 SD sudah sangat kompleks. Anak sudah tak sempat lagi belajar membaca, karena begitu masuk kelas satu, mereka dituntut mampu memahami bahan bacaannya, supaya bisa mengerjakan soal dan ulangan.

Mungkin belajar calistung di rumah dengan pola permainan yang mengasyikkan, akan membuat anak-anak usia bawah lima tahun atau balita tidak merasa tertekan dan kesulitan yang dihadapi manakala mereka akan masuk SD, akan bisa teratasi.
(Ant)

sumber


Baca Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 pasal 69 dan pasal 70.
Dalam PP tersebut diatur untuk masuk SD atau sederajat tidak didasarkan pada tes baca, tulis, hitung atau tes lainnya. Tidak ada alasan bagi penyelenggara pendidikan tingkat sekolah dasar (SD) atau sederajat untuk menggelar tes masuk bagi calon peserta didiknya. Berikut isi PP No. 17 tahun 2010 pasal 69 ayat 4 dan 5 dan pasal 70:

Pasal 69

(4) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima warga negara berusia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun sebagai peserta didik hingga dengan batas daya tampungnya.

(5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain.

Pasal 70

(1) Dalam hal jumlah calon peserta didik melebihi daya tampung satuan pendidikan, maka pemilihan peserta didik pada SD/MI berdasarkan pada usia calon peserta didik dengan prioritas dari yang paling tua.

(2) Jika usia calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka penentuan peserta didik didasarkan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik yang paling dekat dengan satuan pendidikan.

(3) Jika usia dan/atau jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sama, maka peserta didik yang mendaftar lebih awal diprioritaskan.


Kemana lapornya gan???

Silahkan lapor kesini:


INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
021-62 21 573 7104/7105/7106

atau

datangi langsung ke
INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
Jalan Jenderal Sudirman, Senayan
Jakarta 10270
Telp +62 21 573 7104/7105/7106
Fax +62 21 573 6925
Email : info@itjen.kemdiknas.go.id

Tes Masuk SD; Orang Tua Harus Bagaimana…?

Ayah Bunda,
Setiap tahunnya menjelang pendaftaran tahun ajaran baru selalu menjadi momen yang membuat kami sedih. Khususnya untuk ananda TK B yang akan melanjutkan sekolahnya ke jenjang sekolah dasar. Kami menerima keluhan orang tua yang kebingungan dengan proses masuk SD karena mengharuskan tes CALISTUNG (baca tulis dan hitung) sebagai syarat penerimaan SD.
Ananda yang sedang asik-asiknya menikmati proses belajar di TK dipaksa untuk les Calistung. “Capek, bunda…. abang kemarin les, ga enak belajarnya…” begitu kira-kira curhat ananda yang sedang mengikuti les calistung ini. Sungguh mengherankan, entah kenapa SD melakukan tes calistung sebagai syarat masuk.

Pemerintah dalam PP no 17 tahun 2010 pasal 69 ayat 5 dengan jelas telah melarang bagi SD swasta ataupun negeri melakukan tes calistung ini. Justru di sekolah dasar adalah momen untuk ananda belajar Calistung. Namun tentu saja pemerintah keterbatasan sumberdaya dalam mengawasi sekolah dasar yang ada. Sehingga diperlukan keterlibatan bersama agar peraturan ini dijalankan, khususnya keterlibatan orang tua.

Lalu bagaimana menyikapi hal ini dan apa yang dapat dilakukan orang tua yang ingin mendaftarkan ananda ke sekolah dasar…?
1. Pastikan usia ananda telah mencukupi untuk masuk SD
2. Jika Ayah Bunda berkenan, dapat mendatangi psikolog anak untuk melakukan observasi dan meminta pertimbangan beliau, apakah ananda memang sudah siap untuk memasuki sekolah dasar.
3. Carilah sekolah dasar yang tidak mensyaratkan tes baca tulis hitung sebagai syarat penerimaan. Karena memberikan tes ini pun akan membuat ananda stress. Saat ananda tak mampu mengerjakan soal-soal tersebut maka ia akan merasa gagal dan tak mampu (seumur hidup ia akan menyimpan memori ini). Seharusnya tes yang dilakukan adalah wawancara untuk mengenali perkembangan ananda.
4. Bagi orang tua yang menemukan sekolah yang mensyaratkan tes calistung, sampaikan dengan tegas bahwa hal tersebut melanggar peraturan pemerintah. Orang tua berhak dan wajib berperan untuk meluruskan proses penerimaan siswa SD yang sudah tidak pada tempatnya. Orang tua tidak bisa hanya sekedar ‘nurut’ atau ‘nrimo’ dengan syarat tersebut. Jika yang melakukan adalah SD negeri, sangat mudah untuk dilaporkan ke Diknas, dan jika yang melakukan adalah SD swasta maka ini sudah diluar batas kewajaran. Harga mahal yang dimintakan ke orang tua adalah untuk membayar fasilitas fisik dan non fisik untuk mendidik ananda. Jika ananda sudah pintar dan bisa banyak hal, lalu untuk apalagi sekolah…? Bukankah sekolah untuk membantu ananda menikmati proses belajar….?
5. Orang tua perlu memiliki mindset yang benar, terutama terhadap sekolah swasta, bahwa sekolah sangat butuh siswa. Sehingga sekolah swasta wajib memenuhi kebutuhan konsumennya. Jika orang tua tak berperan dalam meluruskan proses penerimaan ini maka hal ini akan terus berlanjut. Sekolah yang hanya mau menerima anak yang sudah bisa ini dan itu, lalu orang tua memaksa anak, mengorbankan hak anak dalam menikmati proses belajarnya, dan diganti dengan proses pemaksaan. Sampai kapan kita mendiamkan hal ini, Ayah Bunda…?

Demikian yang dapat kami sampaikan… Semoga Ayah Bunda mau bersikap dan meluruskan proses tak tidak semestinya… Sekolah bertujuan untuk menumbuhkan kecintaan belajar, menumbuhkan kehausan akan ilmu pengetahuan… agar kelak ananda dapat memberi manfaat bagi semesta selama ia hidup. Setiap usia memiliki tahapan perkembangan masing-masing. Memaksakan proses bertumbuh hanya akan mengakibatkan trauma dan luka bathin bagi ananda…

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut